Dairi, Metro24News| Ratusan masyarakat Dusun Panagaran, Desa Huta Imbaru, Kecamatan Siempat Nempu hulu yang didominasi oleh kaum ibu bersama anak anaknya semakin histeris saat melihat mobil truk yang membawa alat berat escavator mendekat pada Senin. (3/2/2025).
Kejadian tersebut terjadi pada saat proses eksekusi PN Sidikalang di Dusun Panagaran Lumban Simatupang, Desa Huta Imbaru Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Pengamatan Media ketika tiba dilokasi bersama jajaran Petugas Kepolisian Resort Sidikalang yang ditugaskan melakukan pengamanan proses Eksekusi tersebut, dilokasi puluhan warga telah berkerumun menanti kehadiran pihak Eksekutor Pengadilan Negeri Sidikalang.
Dalam kesempatan tersebut, warga yang didominasi oleh ibu ibu dibarengi tangis melakukan orasi orasi yang disimpulkan mengklaim bila objek perkara yang akan dieksekusi tersebut merupakan milik mereka yang merupakan titipan warisan dari orangtua dan kakek nenek mereka.
Salah seorang warga yang merupakan seorang wanita yang mengaku Boru Nababan kepada tim Media metro24news menjelaskan bila objek tanah tersebut adalah milik kakek nenek mereka dan diwariskan kepada mereka sebagai anak cucunya.
“Saya beritahukan bila sedari dulu hingga sekarang kami marga Sihombing lah yang menguasai dan mengusahai tanah ini. Marga Tanah ini telah ratusan tahun dimiliki oleh kami marga Sihombing sedari oppung kami dulu.” kata Boru Nababan tersebut dengan nada berapi api.
“Saya kini telah berumur 66 tahun. Saya lahir dan besar ditempat ini. Namun entah bagaimana mereka marga Togatorop bisa mengatakan tanah Panagaran ini milik mereka.!” tambah Boru Nababan tersebut.
Tak lama berselang terlihat Robert Nelson Saragih Panitera PN Sidikalang bersama beberapa rekannya sebagai tim eksekutor tiba dilokasi bersama sebuah Alat berat Escavator. Melihat ini, tangis dan teriakan ibu ibu dan keluarganya semakin menjadi.
Saat Escavator mendekati lokasi eksekusi, warga berusaha menghalangi jalan Alat berat tersebut dengan menidurkan diri ditengah jalan. Sambil menangis meraung raung, mereka memohon agar eksekusi tersebut dibatalkan.
Setelah beberapa kali dihimbau oleh aparat Kepolisian melalui pengeras suara, akhirnya beberapa personil Polwan yang merupakanTim Preventif dari Samapta Polres Dairi mengambil tindakan dengan menggendong ibu ibu tersebut ke pinggir jalan.
Robert Nelson Saragih Panitera PN Sidikalang ditemani dua petugas juru sita dan seorang staf sebagai eksekutor menjelaskan bila objek sengketa yang akan dieksekusi berupa 9 buah rumah dan perladangan yang bila dikalkulasi secara keseluruhan luasnya berkisar kurang lebih 4 ha.
Sesaat sebelum aksi Eksekusi dilaksanakan, Surat Penetapan kedua Ketua PN Sidikalang dibacakan oleh Juru Sita yang ditugaskan mendampingi Nelson Saragih Panitera PN Sidikalang dan Sahala Togatorop S.H sebagai Kuasa Hukum Pemohon Eksekusi.
Dalam Surat Putusan Penetapan nomor 2 PN.S /2022 junto19/PdtG/PN Sidikalang berisi bila Surat yang diajukan oleh Sahala Togatorop SH dkk, berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 20.Juni.2022 yang telah didaftarkan pada Kepaniteraan PN Sidikalang tertanggal 30.Oktober.2022 Nomor W2U18/94/HK/X/2022 selanjutnya sebagai Kuasa Hukum dari Pantas Togatorop dkk pemohon eksekusi.
Yang melanjutkan Surat susulan dari pemohon eksekusi tertanggal 11.Juni.2024 No 5/P.X/SR/VI/2024 yang pada pokoknya memohon eksekusi putusan Pengadilan Negeri Sidikalang dengan Nomor 19/Pdt G/1991/PN Sidikalang tertanggal 27.Juli1892 dalam perkara sengketa tersebut.
Dibacakan ada enam penggugat atau pemohon eksekusi yaitu Salmon Togatorop , Pantas Togatorop, Manumpak Togatorop, Haposan Togatorop, Mario Togatorop yang bertempat tinggal di Lumban Simatupang, Desa Huta Imbaru Kecamatan Siempat Nempu hulu dan Dorti Togatorop yang bertempat tinggal di Sumbul Berampu, yang secara keseluruhan adalah keturunan dari Filemon Togatorop almarhum.
Dalam Surat Putusan tersebut mengadili enam tergugat yaitu R Boru Purba atau Op Martahan, alm Tianur Boru Lubis, alm Viktor Sihombing, alm Edison Sihombing, alm Albertus Sihombing, alm Martua Sinaga yang menguasai tanah perkara peninggalan Filemon Togatorop almarhum.
Selanjutnya mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menetapkan penggugat penggugat sebagai ahli waris alm Filemon Togatorop, menetapkan Tanah ter perkara sebagai dari harta peninggalan dari Filemon Togatorop almarhum dan menyatakan bila Tanah ter perkara adalah hak milik penggugat penggugat dan ahli waris lainnya dari Filemon Togatorop almarhum. Sesuai dengan gambar situasi Berita Acara pemeriksaan setempat tertanggal 18 Februari 1992.
Selanjutnya dalam Putusan PN Sidikalang tersebut juga menyatakan menghukum tergugat atau orang lain untuk mengembalikan tanah tersebut dalam keadaan kosong kepada para penggugat dan juga menghukum tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp554 ribu.
“Apa mereka katakan itu merupakan klaim sepihak. Tanah Lumban Simatupang dengan luas kurang lebih 120 ha ini dulu adalah pemberian dari marga Maha selaku pemilik tanah Ulayat kepada kami.” kata Sahala Togatorop S.H selaku kuasa hukum pihak penggugat saat diwawancarai Awak Media.
“Tanah di Lumban Simatupang hasil pemberian dari marga Maha selaku pemilik tanah Ulayat merupakan tanah adat yang tidak diperjual belikan.” imbuh Sahala Togatorop S.H menutup pembicaraan. (HAPOSAN LUMBAN GAOL)