Batu Bara, metro24news.com || Peristiwa yang dialami Deni Fitriadi, warga dusun VIII, Desa Simpang Gambus, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, tepatnya di Jalan Lintas Sumatera Utara (Jalinsum), tepatnya diarea Perkebunan Socfindo Tanah Gambus, perkiraan 00.00 WIB malam, Selasa, 21 Januari 2025, diduga sebuah tindakan kriminalisasi oknum Polres Batu Bara.
Sebab, informasi yang diperoleh wartawan dari istri Deni Fitriadi, Lisa Pratama, bahwa malam kejadian itu, sekelompok oknum polisi berpakaian preman yang mengaku personil polres batu bara, secara paksa menyuruh suami turun dari truk milik ayahnya, kemudian menggelandang suami kedalam mobil Avanza yang mereka kenakan, serta beberapa oknum personil polres lainnya tinggal disebut-sebut guna membawa mobil truk ColtDiesel yang dikemudikan suaminya.
“Seperti yang saya (Lisa Pratama-red) sampaikan pada keterangan saya sebelumnya, kalau suami saya itu dipaksa turun dari mobil truknya yang pada saat itu sudah menepi atas arahan temannya yang menumpang (Lanjang-red), ingin mengambil dua atau tiga janjang TBS yang diperkirakan jatuh dari truk membawanya, kemudian saat polisi datang, dia (Deni Fitriadi-red) di paksa turun, kemudian tangan dipegangi, kemudian dimasukkan dalam mobil Avanza, baru di bawa ke polres batu bara, serta saat suami mengetahui mobil truknya di polres diparkiran, TBS di dalam mobilnya bukan dua atau tiga janjang sawit melainkan hampir setengah bak mobil”, tegas, Lisa belum lama ini kepada wartawan.
Lisa Pratama, warga dusun VIII Desa Simpang Gambus, menduga serta menelaah peristiwa yang menimpa suaminya, Deni Fitriadi, merupakan sebuah perbuatan rekayasa tindak pidana yang diatur dalam pasal 220 juncto pasal 361 UU 1/2023 KUHPidana dan/ atau tindakan kriminalisasi dari oknum Polres Batu Bara, yang cacat prosedural secara hukum dalam melakukan penangkapan hingga penetapan tersangka sampai diterbitkannya surat perintah penahanan.
Sehingga melihat hal itu, wartawan mencoba mengkonfirmasi Kapolres Batu Bara, AKBP. Taufik Hidayat, SH., S.I.K., MM., dengan menshare berita rilis terbit wartawan metro24news.com, serta mempertanyakan adanya dugaan ketidak transparansian, keterbukaan, dan akuntabilitas oknum penyidiknya, (12/2) meski telah masuk cetank dua pada aplikasi pesan WhatsAppnya, namun sayang sampai berita ini diterbitkan sama sekali tidak mendapatkan respon dan jawaban.
Melihat undang-undang tindak pidana yang dikenakan pada Deni Fitriadi, sebagaimana tertera pada Surat Perintah Penahan, pasal 363 KUHPidana ayat (1) 4e 5e tentang pencurian dengan pemberatan yang dimaksudkan, “Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih; Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.”
Selanjutnya penjelasan pasal 363 KUHPidana ayat 1 dan 2 merupakan dasar pemberian hukuman untuk tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Namun, pasal tersebut tidak bisa terlepas dari Pasal 362 KUHP yang menjadi “genus-nya” dan memuat ketentuan hukuman untuk tindak pidana pencurian.
Bahkan dalam penjelasan terakhir Lisa Pratama, belum lama ini juga menegaskan terkait penahan suaminya, terhitung sejak 21 Januari 2025 sampai saat ini banyak menuai kontroversi seperti, setiap penanda tangan surat perintah penahan yang dituduhkan pada suaminya, suami tidak dibenarkan untuk melihat dan membaca dokumen yang akan ditandatangani, kesemuanya selalu dalam keadaan terlipat bagian atas surat yang menerangkan semua narasi penetapan Deni Fitriadi sebagai tersangka.
“Penanda tanganan setiap surat apapun di polisi tidak pernah di kasih di lihat atau di baca suami saya (Lisa Pratama-red), termasuk dia (Deni Fitriadi-red) selalu di paksa mendatangani dengan narasi, ‘udah jangan pala kau baca-baca, tanda tangani aja!’, ucapan oknum polisi polres batu bara kepada suami saya”, jelas, Lisa, menambahkan pada wartawan terkait permasalahan suami sebelumnya.
Padahal Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 adalah undang-undang yang mengatur tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), bahwa tugas dan kewenangan polri mengatur tugas, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat secara terbuka, transparan, dan akuntabel.
Kemudian Perkapolri nomor 6 tahun 2019 tentang prosedur penyelidikan pada ruang lingkup polri juga mengharuskan bagaimana menemukan sebuah dugaan tindak pidana dapat dibuktikan oleh penyidik guna menyelesaikan perkara pidana, penyelesaian kasus pidana yang melibatkan pelaku, korban dan/atau keluarganya serta pihak terkait, dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak. (mtr24nws/tt)